Tugas Etika Profesi

TUGAS ETIKA PROFESI

ULASAN MENGENAI KASUS YANG DAPAT MEMPENGARUHI KREDIBILITAS AKUNTAN DARI SUDUT PANDANG ETIKA PROFESI

 

F.X.RIZA FEBRI KURNIAWAN

Absen:17

NPM:08360015071

 

KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

BALAI PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KEUANGAN

SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA

(STAN)

JURANGMANGU 2010

PENDAHULUAN

A.Etika Profesional Auditor dan Standar Profesional Akuntan Publik

Saat ini profesi akuntan semakin berkembang namun demikian, maraknya kejahatan akuntansi korporat yang terjadi akhir-akhir ini membuat kepercayaan para pemakai laporan keuangan khususnya laporan keuangan hasil audit terhadap auditor mulai menurun. Akibat kejahatan tersebut, para pemakai laporan keuangan seperti investor dan kreditur mulai mempertanyakan kembali eksistensi akuntan publik sebagai pihak indepeden yang menilai kewajaran laporan keuangan.

Beberapa kasus manipulasi yang merugikan pemakai laporan keuangan melibatkan akuntan publik yang seharusnya menjadi pihak independen. Kasus manipulasi pembukuan yang masih dapat kita ingat adalah kasus Enron Corp. Laporan keuangan Enron sebelumnya dinyatakan wajar tanpa pengecualian oleh kantor akuntan Arthur Anderson, yang merupakan salah satu KAP yang termasuk dalam jajaran big five, secara mengejutkan dinyatakan pailit pada 2 Desember 2001. Sebagian pihak menyatakan kepailitan tersebut salah satunya karena Arthur Anderson memberikan dua jasa sekaligus, yaitu sebagai auditor dan konsultan bisnis.

Kondisi ini membuat masyarakat mempertanyakan kredibilitas profesi akuntan publik. Erosi kepercayaan terhadap profesi akuntansi semakin meningkat, padahal eksistensi profesi sangat bergantung pada kepercayaan masyarakat sebagai pengguna jasa profesi. Perdagangan opini auditor menjadi hal yang “wajar” ketika independensinya dan objektivitas sudah terabaikan. Kepercayaan masyarakat perlu dipulihkan dan hal itu sepenuhnya tergantung pada praktek profesional yang dijalankan para akuntan. Profesionalisme mensyaratkan tiga hal utama yang harus dimiliki oleh setiap anggota profesi yaitu: keahlian, pengetahuan, dan karakter. Karakter menunjukkan personality (kepribadian) seorang profesional yang diantaranya diwujudkan dalam sikap etis dan tindakan etis. Sikap dan tindakan etis akuntan publik akan sangat menentukan posisinya di masyarakat pemakai jasa profesionalnya.

B.Kode Etik Akuntan Indonesia

Sesungguhnya tujuan penetapan aturan atau Kode Etik Akuntan Indonesia, yaitu untuk mengatur hubungan antara akuntan dengan klien, antara akuntan dengan sejawatnya, dan antara profesi dengan Kode Etik Akuntan Indonesia. Pasal-pasal dalam Kode Etik Akuntan dikelompokkan menjadi menjadi dua golongan: (1) Pasal-pasal yang mengatur perilaku semua akuntan anggota IAI; dan (2) Pasal-pasal yang mengatur perilaku semua akuntan yang berpratik dalam profesi akuntan publik.

Aturan atau Kode Etik Akuntan Indonesia (IAI, 2001) merupakan suatu sistem prinsip-prinsip moral dan pelaksanaan aturan yang memberikan pedoman kepada akuntan dalam memberikan jasanya dan suatu alat atau sarana untuk memberikan keyakinan kepada klien, pemakai laporan keuangan dan masyarakat pada umumnya tentang kualitas atau mutu jasa yang diberikan oleh akuntan. Kode etika ini diterapkan oleh anggota Ikatan Akuntan Indonesia. Kualitas audit mengharuskan bahwa tujuan penetapan kode etik akuntan, yaitu yang mengatur hubungan antara akuntan dengan klien, antara akuntan dengan sejawatnya, dan antara profesi dengan Kode Etik Akuntan Indonesia. Pasal-pasal dalam Kode Etik Akuntan dikelompokkan menjadi menjadi dua golongan: (1) Pasal-pasal yang mengatur perilaku semua akuntan anggota IAI; dan (2) Pasal-pasal yang mengatur perilaku semua akuntan yang berpratik dalam profesi akuntan publik.

C.Independensi Akuntan

Independensi mempunyai maksud bahwa dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu mepertanhankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI (2001). Dalam paragraf 101 disebutkan, sikap mental independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta (in fact) maupun dalam penampilan (in appearance). Sebagaimana dikemukakan dalam SA Seksi 220, pada paragraf 02, dapat disimpulkan bahwa independensi adalah auditor mempertahankan sikap yang tidak memihak dalam melaksanakan pekerjaannya (independen dalam kenyataan). Para pemakai menganggap auditor bertindak independen (independen dalam penampilan). Dalam SA Seksi 220 paragraf 03 disebutkan, kepercayaan masyarakat umum atas independensi sikap auditor independen sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan publik.

Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa independensi sikap auditor ternyata berkurang, bahkan kepercayaan masyarkat dapat juga menurun disebabkan keadaan yang oleh mereka yang berpikiran sehat (reasonable) dianggap dapat mempengaruhi sikap independen tersebut. Untuk menjadi independen, auditor harus secara intelektual jujur.
Independesi auditor dibagi mejadi 2 (dua) macam yaitu : (1) Independensi dalam fakta merupakan Independensi dalam diri auditor yaitu kemampuan auditor untuk bersikap bebas, jujur dan obyektif dalam mempertimbangkan fakta-fakta dalam penugasan audit serta adanya pertimbangan obyektif dalam diri akuntan dalam merumuskan dan menyatakan pendapat; dan (2) Independensi penampilan merupakan independensi yang dipandang dari pihak-pihak yang berkepentingan terhadap perusahaan yang diaudit dan pihak tersebut mengetahui hubungan. Antara auditor dengan kliennya. (Mulyadi dan Porodirejo, 1997).

D.Integritas dan Objektivitas Akuntan

Integritas merupakan suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang mendasari kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa, pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip. (Mulyadi, 2002)

Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip Obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menujukkan obyektivitas mereka di berbagai situasi. Anggota dalam praktik akuntan publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit intern yang bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan dan pemerintah. Mereka harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas. (Mulyadi, 2002).

Contoh Kasus

1.Kasus Mulyana dalam Perspektif Etika

Salah satu kasus yang menyita perhatian publik Indonesia pada awal bulan April ini adalah kasus Mulyana W Kusumah, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang diduga melakukan tindakan usaha penyuapan terhadap auditor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ditinjau dari setting teori keagenan (agency theory), ada tiga pihak utama yang terlibat dalam kasus ini, yaitu (1) pihak pemberi kerja berperan sebagai principal, dalam hal ini adalah rakyat Indonesia yang direpresentasikan oleh pemerintah Indonesia, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), (2) pihak penerima kerja untuk menjalankan tugas berperan sebagai agen, dalam hal adalah KPU, dan (3) pihak independen, dalam hal ini adalah BPK sebagai auditor, yang perannya diharapkan sebagai pihak independen, berintegritas, dan kredibel, untuk meyakinkan kepada dua pihak sebelumnya, yaitu pemerintah dan DPR sebagai pemberi kerja, dan KPU sebagai penerima kerja. Berdasar setting teori keagenan di atas dan mencuatnya kasus Mulyana W Kusumah, maka pertanyaan yang muncul adalah, etiskah tindakan ketiga pihak tersebut? Artikel ini mencoba menganalisa dan menyimpulkannya dalam perspektif teori etika.

Etika sebagaimana dinyatakan Socrates bahwa yang dimaksud dengan tindakan etis adalah tindakan yang didasarkan pada nilai-nilai kebenaran. Benar dari sisi cara, teknik, prosedur, maupun dari sisi tujuan yang akan dicapai. Dalam praktik hidup sehari-hari, teoritisi di bidang etika menjelaskan bahwa dalam kenyataannya, ada dua pendekatan mengenai etika ini, yaitu pendekatan deontological dan pendekatan teleological. Pada pendekatan deontological, perhatian dan fokus perilaku dan tindakan manusia lebih pada bagaimana orang melakukan usaha (ikhtiar) dengan sebaik-baiknya dan mendasarkan pada nilai-nilai kebenaran untuk mencapai tujuannya.

Dari teori etika, profesi pemeriksa (auditor), apakah auditor keuangan publik seperti kasus keuangan KPU maupun auditor keuangan swasta, seperti pada keuangan perusahaan-perusahaan, baik yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta maupun tidak, diatur dalam sebuah aturan yang disebut sebagai kode etik profesi akuntan. Dalam kode etik profesi akuntan ini diatur berbagai masalah, baik masalah prinsip yang harus melekat pada diri auditor, maupun standar teknis pemeriksaan yang juga harus diikuti oleh auditor, juga bagaimana ketiga pihak melakukan komunikasi atau interaksi. Dinyatakan dalam kode etik yang berkaitan dengan masalah prinsip bahwa auditor harus menjaga, menjunjung, dan menjalankan nilai-nilai kebenaran dan moralitas, seperti bertanggungjawab (responsibilities), berintegritas (integrity), bertindak secara objektif (objectivity) dan menjaga independensinya terhadap kepentingan berbagai pihak (independence), dan hati-hati dalam menjalankan profesi (due care). Dalam konteks kode etik profesi akuntan inilah, kasus Mulyana W Kusumah bisa dianalisis, apakah tindakan mereka (ketiga pihak), melanggar etika atau tidak.

Sumber: tugas-2-ump-2009.html

PEMBAHASAN

Dari kasus yang dipaparkan di atas jelas bahwa independensi masih merupakan isu yang besar. Auditor Indonesia memiliki norma akuntan yang menjadi patokan resmi dalam berpraktek yaitu SPAP (Standar Profesi Akuntan Publik) yang disusun oleh IAI. Di antara standar itu pertama, auditor harus memiliki keahlian teknis, independen dalam sikap mental serta kemahiran profesional dengan cermat dan seksama. Kedua, auditor juga wajib menemukan ketidakberesan, kecurangan, manipulasi dalam suatu pengauditan.

Hal yang paling ditekankan dalam SPAP adalah betapa esensialnya kepentingan publik yang harus dilindungi sifat independensi dan kejujuran seorang auditor dalam berprofesi. Namun, tidak dapat diketahui dimana fungsi dan etika pengauditan yang secara teknik dapat mendeteksi jika ada penyelewengan pada sistem pemerintahan baik untuk penyusunan anggaran maupun aktivitas keuangan lainnya. Publik seakan dikelabui dengan berbagai informasi dari hasil audit yang selalu wajar-wajar saja. Penyelewengan tidak menjadi halangan untuk tetap dianggap suatu kewajaran bagi auditor dengan jaminan sejumlah upeti dari pasien yang bersangkutan. Tanpa mengacu pada kode etik maka hal tersebut bukan merupakan sebuah malpraktek bagi auditor.

Kode etik Standar Profesi Akuntan Publik lebih menekankan sikap independen bagi auditor publik (ekstern) yang memeriksa apakah suatu laporan keuangan badan usaha komersial disusun berdasarkan Standar Akuntansi Indonesia dalam suatu audit yang bersifat umum. Dalam pengauditan laporan keuangan usaha komersial auditor diharuskan bebas dari intervensi manajemen, pemilik, kreditur atas suatu entitas usaha dalam menentukan opini auditor. Dia harus mewakili kepentingan publik (pemilik saham dan lain-lain) secara seimbang dalam menilai kewajaran suatu laporan. Sikap independensi penting untuk menopang profesionalisme auditor dalam suatu penugasan khusus seperti audit investigasi kegiatan tertentu seperti dalam pengauditan dugaan korupsi di KPU. Keahlian teknis akan tak bermakna tanpa independensi dan kejujuran.

Independensi merupakan salah satu komponen etika yang harus dijaga oleh akuntan publik. Dalam Aturan Etika Kompartemen Akuntan Pulik 101 ’Dalam menjalankan tugasnya, anggota KAP harus selalu mempertahankan sikap mental independen di dalam memberikan jasa profesional sebagaimana diatur dalam standar profesional akuntan publik yang diterapkan oleh IAI. Sikap mental independen tersebut harus meliputi independen dalam fakta dan independen dalam penampilan.

Independen berarti akuntan publik tidak mudah dipengaruhi, karena ia melaksanakan pekerjaan untuk kepentingan umum. Akuntan publik tidak dibenarkan memihak kepentingan siapapun. Auditor berkewajiban untuk jujur tidak hanya kepada manajemen dan pemilik perusahaan, namun juga kepada kreditur dan pihak lain yang meletakkan kepercayaan atas pekerjaan akuntan publik. Sikap mental independen tersebut meliputi independen dalam fakta (in fact) maupun dalam penampilan (in appearance). Sebagai contoh seorang auditor yang mengaudit suatu perusahaan dan ia menjabat sebagai direktur perusahaan tersebut, meskipun ia telah menggunakan keahliannya dengan jujur namun sulit untuk mengharapkan masyarakat mempercayainya sebagai seorang yang independen.

Kasus di atas menunjukan bahwa independensi akuntan publik Indonesia masih mudah terganggu. Mental melayu sebagai kaum inlander masih terbawa hingga ke etika pemeriksaan. Badan pemerintah dan Badan independen yang berfungsi sebagai pemeriksa jelas mengecewakan.

Dalam kasus tersebut yang harus dilakukan auditor BPK adalah melakukan audit sesuai dengan standar teknik dan prosedur pemeriksaan, auditor BPK harus bisa secara cermat, objektif, dan benar mengungkapkan bagaimana aliran dana tersebut masuk ke KPU dan bagaimana dana tersebut dikeluarkan atau dibelanjakan. Dengan teknik dan prosedur yang juga telah diatur dalam profesi akuntan, pasti akan terungkap hal-hal negatif, termasuk dugaan korupsi kalau memang terjadi.

Terdapat empat hal yang menggangu independensi akuntansi public yaitu: (1) akuntan publik memiliki mutual atau conflicting interest dengan klien, (2) mengaudit pekerjaan akuntan publik sendiri, (3) berfungsi sebagai manajemen atau karyawan dari klien dan (4) bertindak sebagai penasihat (advocate) dari klien. Akuntan publik akan terganggu independensi jika memiliki hubungan bisnis, keuangan dan manajemen atau karyawan dengan kliennya. Mutual interest terjadi jika akuntan publik berhubungan dengan audit committee yang ada di perusahaan, sedangkan conflict intetrest jika akuntan publik berhubungan dengan manajemen.

Terkait persoalan auditor nakal dapat dianalisis dari dua sisi. Perilaku itu apakah merupakan kesengajaan ataukah keterpaksaan? Bila yang melatarbelakangi kesengajaan, ini mungkin karena adanya peluang dengan memanfatkan posisinya sebagai pihak penilai kewajaran laporan keuangan. Mungkin juga adanya iming-iming amplop tebal. Selain itu lemahnya sanksi hukuman bila auditor melakukan penyelewengan (paling hanya dicabut izinnya tanpa adanya sanksi hukum yang lebih keras. Misalnya kurungan penjara atau denda cukup besar).
Tetapi bila yang melatarbelakangi keterpaksaan, berarti auditor itu memiliki ketergantungan terhadap klien. Misalnya proporsi total pendapatan Kantor Akuntan Publik milik auditor itu sebagian besar berasal dari satu perusahaan atau kelompok perusahaan.

Harapan ke depan untuk akuntan publik sebagai auditor eksternal, tetap menjaga sikap independensi secara konsisten dan meningkatkan profesionalisme. Sikap ini perlu dijaga untuk menghindari keterlibatan akuntan dari kasus keuangan. Sebenarnya di Indonesia sudah ada aturan atau regulasi sebagai salah satu solusi mengatasi penyelewengan akuntan publik. Adanya Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 423/KMK.06/2002 tentang Jasa Akuntan Publik pasal 6 ayat 4 yang mengatur bahwa satu Kantor Akuntan Publik maksimum 5 tahun berturut-turut boleh memeriksa klien yang sama. Selain itu menunjukkan tendensi agar akuntan masih bisa menjaga independensinya. Hubungan yang semula antara auditor dan auditee, bisa menjadi hubungan konsultansi yang tidak menutup kemungkinan akhirnya bisa menjadi hubungan atasan dan karyawan. Ini bisa merupakan media bagi auditor untuk melaksanakan malapraktik. Untuk meningkatkan profesionalisme sebagai akuntan eksternal, mereka harus mempu untuk mempersempit expectation gap yang muncul pada pemakai laporan keuangan atas profesinya.

Kepercayaan masyarakat umum atas independensi sikap auditor sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan publik. Kepercayaan masyarakat akan menurun jika terdapat bukti bahwa independensi sikap auditor ternyata berkurang. Bahkan kepercayaan masyarakat dapat juga menurun disebabkan oleh keadaan yang oleh mereka yang berpikiran sehat dianggap akan mempengaruhi independensi tersebut. Untuk menjadi independen, ia harus bebas dari setiap kewajiban terhadap kliennya dan tidak mempunyai suatu kepentingan dengan kliennya, apakah itu manajemen perusahaan atau pemilik perusahaan. Auditor harus mengelola praktiknya dalam semangat persepsi independensi dan aturan yang ditetapkan untuk mencapai derajat independensi dalam melaksanakan pekerjaannya.

2. KASUS KAP ANDERSEN-ENRON

Sejak ENRON, sebuah perusahaan raksasa di AS melakukan skandal yang menghebohkan dunia karena berkolusi dengan KAP Arthur Andersen, kecaman masyarakat terhadap profesi auditor mengalir dengan derasnya. Kepercayaan mayarakat AS khususnya dan masyarakat dunia pada umumnya terhadap profesi di bidang jasa publik ini semakin merosot. Hal ini juga ditunjukkan dengan menurunnya jumlah mahasiswa jurusan Akuntansi di AS.
Rekayasa informasi yang dilakukan oleh pihak manajemen ENRON dengan dibantu auditornya dari KAP Arthur Andersen telah merugikan pihak investor. Alhasil kedua perusahaan besar ini harus gulung tikar. Masyarakat pun beranggapan bahwa profesi auditor adalah profesi yang tercela karena telah melakuan pembodohan dan kebohongan terhadap publik.

Perilaku tidak etis dan tidak bermartabat yang dilakukan oleh KAP Arthur Andersen ini tidak hanya merugikan para investor saja, namun juga berdampak negatif pada auditor yang pernah bekerja di KAP tersebut. Para auditor ini mengalami kesulitan dalam mendapatkan pekerjaan baru di KAP lainnya. Respon masyarakat terhadap kasus ENRON dan KAP Arthur Andersen yang terjadi di AS ini menunjukkan bahwa profesi Auditor ( Akuntan Publik ) memang sebuah industri keahlian dan kepercayaan. Sehingga, apabila kepercayaan dilanggar maka reputasi juga akan menurun. Hal inilah yang menjadi tantangan besar bagi para auditor masa depan untuk bekerja sesuai dengan etika profesi dan standar yang telah ditetapkan di tengah persaingan yang semakin ketat dalam industri jasa ini.

Sumber: tugas-2-ump-2009.html

PEMBAHASAN

Praktik bisnis Enron yang menjadikannya bangkrut dan hancur serta berimplikasi negatif bagi banyak pihak.Pihak yang dirugikan dari kasus ini tidak hanya investor Enron saja, tetapi terutama karyawan Enron yang menginvestasikan dana pensiunnya dalam saham perusahaan serta investor di pasar modal pada umumnya (social impact). Milyaran dolar kekayaan investor terhapus seketika dengan meluncurnya harga saham berbagai perusahaaan di bursa efek. Jika dilihat dari Agency Theory, Andersen sebagai KAP telah mencederai kepercayaan dari pihak stock holder atau principal untuk memberikan suatu fairrness information mengenai pertanggungjawaban dari pihak agent dalam mengemban amanah dari principal. Pihak agent dalam hal ini manajemen Enron telah bertindak secara rasional untuk kepentingan dirinya (self interest oriented) dengan melupakan norma dan etika bisnis yang sehat. Lalu apa yang dituai oleh Enron dan KAP Andersen dari sebuah ketidak jujuran, kebohongan atau dari praktik bisnis yang tidak etis? adalah hutang dan sebuah kehancuran yang menyisakan penderitaan bagi banyak pihak disamping proses peradilan dan tuntutan hukum.

Tinggalkan komentar